I. Energi dan Perubahan Iklim

A. Dampak Penggunaan Energi terhadap Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
  • Energi merupakan kebutuhan dasar manusia modern yang semakin meningkat dari waktu ke waktu dan seringkali dijadikan sebagai tolak ukur kemakmuran. Negara-negara maju yang lebih makmur cenderung memiliki akses terhadap energi lebih besar dibanding negara-negara berkembang yang di tunjukkan oleh angka konsumsi energi per kapita yang sangat tinggi.
  • Secara global, komposisi bauran energi primer pada 2019 masih didominasi oleh energi fosil yaitu minyak bumi sebesar 33.1%, gas bumi 24.2%, batubara 27%, energi terbarukan termasuk hidro 11.4% dan nuklir 4.3%.[1] Tidak jauh berbeda, ketergantungan Indonesia pada energi fosil juga sangat tinggi. Pada 2020, 88.7% bauran energi primer berasal dari energi fosil minyak bumi, batu bara dan gas bumi semenara energi terbarukan hanya sekitar 11.3%.[2]
  • Ketergantungan dunia terhadap energi fosil menghasilkan emisi karbon yang mengakibatkan pemanasan serta krisis iklim global dan mengancam kehidupan manusia dan mahluk hidup lain di muka bumi. Secara ilmiah disebutkan bahwa kegagalan untuk menahan kenaikan temperatur global sebesar 1.5ᵒC serta kemampuan beradaptasi terhadap iklim yang berubah, berdampak pada hilangnya habitat dan ekosistem penting serta peningkatan muka air laut yang pada akhirnya berdampak pada Kesehatan, penyediaan pangan, penyediaan air bersih, mata pencaharian masyarakat serta kualitas hidup manusia.
  • Pada 2001, IPCC menyimpulkan berdasarkan hasil observasi para ilmuwan selama 50 tahun terlihat fakta-fakta yang kuat bahwa pemanasan global terbesar yang terjadi dibumi diakibatkan oleh konsentrasi emisi GRK yang meningkat dari kegiatan manusia.[3] Emisi karbondioksida (CO2) dari penggunaan energi fosil pada 2019 sekitar 38 GTCO2e atau mendominasi 65% dari total emisi GRK global temasuk emisi dari perubahan tata guna lahan.[4]
  • Meskipun banyak komitmen dan upaya yang dilakukan oleh pemerintah di seluruh dunia untuk mengatasi penyebab pemanasan global, namun emisi karbon dari sektor energi dan industri telah meningkat sebesar 60% sejak pertama kalinya Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim (United Nation Framework Convention on Climate Changes/ UNFCCC) ditandatangani pada 1992.[5]

[1] bp Statistical Review of World Energy 2020.

[2] Handbook of Energy and Economic Statistics of Indonesia 2020, Kementerian ESDM

[3] Stern Review: The Economics of Climate Change

[4] United Nations Environment Programme, Emission Gap Report 2020, Nairobi

[5] Net Zero by 2050, A Roadmap for the Global Energy Sector (revised version 2021/3rd revision), 2International Energy Agency (IEA), 2021

B. Situasi saat ini terkait Pemanasan Global dan Perubahan Iklim
  • Studi “The Economics of Climate Change: The Stern Review” yang dipublikasikan pertama kali pada Oktober 2006 menyebutkan bahwa perubahan iklim berdampak serius terhadap peningkatan bencana alam, kehidupan sosial masyarakat serta pembangunan dan pertumbuhan ekonomi di dunia. Kerugian ekonomi secara global yang diakibatkan bencana alam terkait perubahan cuaca selama tahun 1970-an mencapai sekitar USD 83 miliar dan dalam kurun waktu 20 tahun kemudian meningkat lebih dari 5 kali lipat menjadi USD 440 miliar, dengan jumlah peristiwa bencana alam besar meningkat dari 29 menjadi 74.
  • Secara rata-rata, kenaikan temperature global pada 2019 telah mencapai 1.1°C atau 0.1°C diatas rata-rata sebelum masa revolusi Industri (1760 – 1840).[1] Dan dengan pola pembangunan dunia saat ini terutama yang masih sangat mengandalkan enegi fosil sebagai bahan bakar, pemanasan global diprediksi akan melebihi 1.5°C pada 2030.[2]
  • Paris Agreement atau Perjanjian Paris yang disepakati oleh 196 negara pada COP 21 di Paris untuk mengurangi emisi GRK belum cukup untuk menahan peningkatan suhu global tidak lebih dari 1.5° UNEP Emission Gap Report 2020 menyebutkan komitmen dalam NDC (Nationally Determined Contribution) saat ini bila diimplementasikan masih akan meningkatkan kenaikan suhu global 3°C – 3.2°C pada 2030. Sementara tanpa adanya komitmen dunia, kenaikan suhu global diprediksi lebih tinggi mencapai 3.5°C bahkan lebih.

 

[1] World Meteorological Organization (WMO) Statement on the State Global Climate 2019

[2] IPCC, 2018: Summary for Policymakers. In: Global Warming of 1.5°C. An IPCC Special Report on the impacts of global warming of 1.5°C above pre-industrial levels and related global greenhouse gas emission pathways, in the context of strengthening the global response to the threat of climate change, sustainable development, and efforts to eradicate poverty [Masson-Delmotte, V., P. Zhai, H.-O. Pörtner, D. Roberts, J. Skea, P.R. Shukla, A. Pirani, W. Moufouma-Okia, C. Péan, R. Pidcock, S. Connors, J.B.R. Matthews, Y. Chen, X. Zhou, M.I. Gomis, E. Lonnoy, T. Maycock, M. Tignor, and T. Waterfield (eds.)]. In Press

C. Resiko dan Dampak Perubahan Iklim terhadap Kehidupan Manusia
  • Mengapa penting untuk menjaga agar kenaikan rata-rata suhu bumi tidak lebih dari 1.5°C? Para ilmuwan seluruh dunia telah memperkirakan bahwa kenaikan 1.5°C merupakan kondisi maksimum yang aman bagi kelanjutan hidup manusia dan alam. Perbedaan kenaikan suhu rata-rata 0.5°C lebih tinggi menyebabkan potensi resiko yang lebih besar antara lain:
    1. Resiko terjadinya banjir akibat cuaca ekstrim global meningkat dari 100% menjadi 170% dari kondisi saat ini
    2. Manusia yang terdmpak gelombang panas ekstrim meningkat 3 kali lipat dari 700 juta menjadi 2 milyar jiwa.
    3. Kelangkaan air bersih akibat kekeringan akan dialami 410 juta penduduk perkotaan, meningkat dari 350 juta .
    4. Resiko kenaikan muka air laut bertambah dari 48 cm menjadi 56 cm dan masyarakat yang terdampak meningkat dari 46 milyar menjadi 49 milyar orang, hampir setara dengan 2 kali lipat jumlah penduduk Australia.
  • Apakah Indonesia akan terdampak dengan adanya pemanasan global? Yang perlu diingat adalah hanya ada 1 (satu) bumi. Kenaikan suhu bumi global akan berpengaruh terhadap sistem iklim bumi seperti musim kemarau lebih panjang, perubahan intensitas hujan lebih tinggi, dan juga meningkatnya keparahan badai. Meningkatnya potensi resiko perubahan iklim ini akan berdampak pada kehidupan masyarakat seperti gagal panen karena kemarau panjang, banjir bandang dan tanah longsor yang menelan korban jiwa, kebakaran hutan dan lahan, dan bencana lain yang diakibatkan iklim. Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), pada 2019 bencana alam yang terjadi di Indonesia mencapai 3.814 kejadian. Angka ini meningkat hampir 2 kali lipat dari tahun 2010 di mana terjadi 1.945 kejadian.[1] Bencana alam tersebut menyebabkan ribuan korban jiwa dan juga kerugian ekonomi dengan rata-rata per tahun sebesar Rp. 22,8 Triliun.[2]

[1] https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2021/01/19/2010-2020-dekade-penuh-bencana-bagi-indonesia

[2] https://www.cnbcindonesia.com/news/20191003164452-4-104249/sri-mulyani-kerugian-dari-bencana-alam-rp-228-t-per-tahun